Sunday, April 23, 2017

DITEKAN UNTUK BERHASIL

DITEKAN UNTUK BERHASIL



            Meskipun tidak banyak diketahui, kata tekanan (stres), apabila digunakan untuk menggambarkan keadaan mental seseorang, sebenarnya adalah sebuah kiasan. Aslinya istilah tersebut terbatas hanya penelitian ilmiah tentang logam dan bahan lainnya. Kata tersebut juga mengacu pada “ketegangan atau perubahan bentuk” (saya mengutip kamus) yang dihasilkan oleh gaya yang berlebihan. Sebuah balok besi mampu menahan tekanan besar hanya  sampai tingkat tertentu sebelum patah.
            Jadi, dalam arti kiasan, apa yang menciptakan tekan yang sama pada anak-anak? Dan apa yang terjadi pada mereka ketika mereka “patah” begitu umur seorang anak tercatat dalam dua angka. Taruhanya dalam permainan disiplin dinaikkan. Para remaja mungkin terlibat lebih banyak masalah, dan apabila mereka (dapat dimaklumi) membangkang ats pengontrolan, orangtua seringkali tergoda untuk menggunakan  peraturan yang lebih ketat  dan bentuk hukuman yang lebih kejam. Namun, anak-anak yang lebih besar  mungkin mengalami tekanan karena alasan lain juga. Mereka semakin mendapatkan kesan bahwa mereka diharapkan tidak hanya menurut,. Tetapi juga berhasil. Tidak hanya menjadi bisa tetapi juga terampil.
Dan seperti yang pernah disesali seorang psikoanalis erich fromm, “sedikit orangtua yang mempunyai keberanian dan kemandirian dan kemadirian untuk lebih peduli terhadap kebahagiaan anak-anak mereka daripada keberhasilan mereka.
            Tekanan untuk berprestasi seperti itu ditemukan pada banyak keluarga  yang anak-anaknya berperilaku sempurna dan tidak pernah memberi masalah  pada orangtua atau guru mereka, khususbya orang tua yang benar-benar suskses (maksud saya orang tua yang sukses  secara finansial, tapi bukan sukses sebagai orang tua), mungkin menerapkan permintaan yang sangat besar dan sering kali tidak masuk akal pada anak-anak merek. Penyelidikan tentang anak-anak usia sebelas dan dua belas tahun terbit dengan judul provokatif “istimewa tetapi tertekan?
            Pada n1980-an dua psikolog meneliti lebih dari delapan ratus siswa sekolah yang kompetitif  “menjadi unik karena ketergantungan mereka yang lebih besar  pada pengukuran nilai pribadi berdasarkan evakuasi dan kinerja. :artinya:cara mereka memandang diri mereka sendiri  berdasarkan pada seberapa baikmerka melakukan tugas-tugas tertentu dan pada apa yang dipikirkan oran glain tentang diri mereka. Peraingan membuat harga diri goyah  dan bersyarat  dan pengaruhnya sama pada pemenang pemenang maupun pecundang. Lebih jauh lagi, pengaruhnya tidak terbatas pada persaingan yang “berlebihan”. Tetapi, sepertinya setiap kali anak-anak saling dipersaingkan sehingga seorang dapat berhasil hanya jika bisa menggagalkan yang lain, ada harga psikologis yang harus dibayar.


DISEKOLAH

            Penelitian menunjukkan bahwa jika anak-anak didorong untuk berfokus mendapatkan nilai yang bagus disekolah, maka tiga hal akan cenderung terjadi: mereka kehilangan minat  pad apembelajaran itu sendiri, mereka mencoba untuk menghindari  kegiatan yang menantang, dan mereka kurang suka berpikir lebih dalam dan kritis. Mari kita telusuri tiap hal tersebut:
1.    Seperti halnya anak-anak yang diberi penghargaan ats kedermawanan mereka sendiri  berakhir dengan menjadi kurang dermawan, begitu juga dengan siswa  yang mendapat nilai A-cenderung menjadi kurang berminat pada apa yang mereka pelajari.
2.    Penilaian membuat anak-anak memilih tugas yang paling mudah apabila mereka diberi pilihan. Berikan kesan pada mereka bahwa apa yang mereka lakukan “diperhitungkan” terhadap nilai dan mereka cenderung akan menghindari resiko yang tidak perlu.tak perlu waktu lama untuk membuat anak-anak untuk menyadari bahwa melakukan tugas yang paling mudah adalah ruteyang paling pasti untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Semakin anak berpikir tentang penilaian, sifat ingin tahunya yang alami cenderung akan semakin menguap. 
3.    Pencarian nilai yang bagus sering kali membuat para siswa berpikir dengan cara yang lebih dangkal  dan superfisial. Mereka mungkin akan membaca buku-buku secara selintas hanya untuk mendapatkan hal-hal yang “perlu diketahui”. Melakukanya hanya apa yang diminta dan tidak lebih. Mereka mungkin membuat trik untuk mendapatkan nilai yang bagus dalam ujian. Bahkan, mereka mungkin menyontek. Kontrol yang berlebihan secara umum terbukti jelas  menimbulkan dampak negatif. tidak hanya pada kesehatan  mental anak-anak, tapi juga pada keberhasilan mereka disekolah.

DALAM BERMAIN

            Pada beberapa keluarga, keberhasilan lebih terletak dibidang atletik  daripada akademik. Namun, tekanan untuk mencapai keberhasilan bersama dengan kerugianya tidak berbeda. Wendy grolnick yang penelitanya tentang pengontrolan orangtua telah saya jelaskan, terkejut idak hanya oleh hasil penelitian ilmiahnya tetapi juga apa yang  dilihtanya diseputar kota.
MESIN KECIL YANG SERBAHARUS


            Kerja sama lebih masuk akal dari pada persaingan  jika kita lebih peduli pada hasil akhir, demikian juga kita peduli bagaiman persaan orang-orang tentang diri mereka sendiri  dan orang-orang disekelilingnya. Saya mengatakan hal inisekarang karena jenis perimbangan  yang sama kadang-kadang dipercaya  ada berkenaan dengan  pengasuhan tak bersyarat. Argumennya seperti ini. Apabila kita mengetahui bahwa  kita mendapatkan persetujuan hanya jika kita bekerja keras atau  menghasilkan sesuatu, maka kita akan cenderung hanya melakukan hal tersebut. Sebaliknya, seperti yang ditanyakan oleh sekelompok psikolog secara rerotik, “jika orang-orang dicintai secara bersyarat dalam seluruh aspek  kehidupan, apakah mereka tetap mendorong  untuk sukses?”
            Ini pertanyaan penting, dan saya ingin menaggapinya dengan 4 cara:
Pertama meskipun alur pemikiran inu  masuk akal, mungkin itu hanya dapat diterapkan pada orang dewasa. Anak-anak perlu dicintai dengan tak bersyarat. Sekali lagi dengan berasumsi bahwa adalah bagus bagi siapa pun untuk merasa diterima hanya jika dia berhasil, tampaknya penting untuk memulai hidup dengan fondasi yang aman yang berasal dari penerimaan tanpa syarat.
Kedua patut dipertanyakan apa, tepatnya, yang sehaharusnya menjadi dasar  keputusan bagi nilai seseorang atau tidak. “bekerjakeras” dan “membuahkan hasil” adalah dua hal yang sangat berbeda.
Ketiga meskipun persetujuan bersyarat benar-benar membuahkan hasil, sekali lagi kjita harus mempertimbangkan semua kerugian yang tersembunyi  -yaitu pengaruh yang lebih luas, lebih dalam dan lebih lama dari sebuah strategi yang pada pandangan pertama sepertinya berhasil.
keempat sepanjang menyangkut persaingan, ternyata sebenarnya tidak ada perimbangan apapun karena penerimaan bersyarat biasanya tidak berhasil, bahkan untuk mencapai sasaran peningkatan prestasi. Paling-paling, efektivitasnya  hanya pada beberapa orang, pada beberapa pekerjaan, pada beberapa kesempatan.

Ini adalah kebenaran yang sangat sederhana dan sangat jelas kalau anda memikirkanya: takut gagal sama sekali  tidak sama dengan merangkul keberhasilan. Sebenarnya, yang pertama menghalangi yang berikutnya.      

No comments:

Post a Comment

TAMBAHAN DAN KONFIRMASI ULANG MENGENAI NUBUATAN YANG KAMI SAMPAIKAN MENGENAI BASUKI TJAHAJA PURNAMA

TAMBAHAN DAN KONFIRMASI ULANG MENGENAI NUBUATAN YANG KAMI SAMPAIKAN MENGENAI BASUKI TJAHAJA PURNAMA Seperti telah diketahui dan dibaca s...