PENGASUHAN BERSYARAT
Pendapat yang
menenteramkan ini didasarkan pada gagasan adanya sesuatu yang disebut cinta
orang tua, sesuatu yang bisa anda sediakan bagi anak-anak dalam jumlah besar
atau kecil. (lebih banyak tentu saja lebih baik). Namun, bagaimana jika asumsi
ini ternyata terlalu picik? Bagaimana jika sebenarnya ada cara lain untuk
mencintai anak, dan semuanya tidak mulai setara? Seorang psiokoanalis, alice
miller, pernah mengamati bahwa seorang anak mungkin saja dicintai “dengan penuh
kasih sayang tetapi bukan dengan cara yang dia butuhkan untuk dicintai” jika
alice benar , pertanyaan yang relevan bukan hanya apakah atau bahkan seberapa besar kita mencintai anak kita, yang juga menjadi
masalah adalah bagaimana kita mencintai mereka.
Saya ingin membela gagasan
pengasuhan tak bersyarat dengan dasar penentuan
nilai maupun prediksi. Penentuan nilai, secara sangat sederhana, berarti
anak-anak tidak perlu mendapatkan persetujuan dari kita. Kita harus mencintai
mereka, seperti yang dikatakan oleh teman saya Deborah, “tanpa alasan apapun”
selanjutnya, yang penting bukan hanya bahwa kita yakin mencintai mereka tanpa
syarat, melainkan bahwa mereka merasa dicintai dengan cara seperti itu.
Sementara
itu, prediksi berarti mencintai anak-anak tanpa syarat akan menghasilkan
pengaruh positif itu bukan hanya sesuatu
yang benar untuk dilakukan, secara moral, melainkan sesuatu yang cerdas.
Anak-anak perlu dicintai sebagaimana mereka apa adanya dan karena siapa mereka.
Apabila hal itu terjadi, mereka dapat menerima diri sendiri secara mendasar
sebagai orang baik, bahkan ketika mereka membuat kesalahan atau gagal. Dan
dengan dipenuhinya kebutuhan dasar ini, mereka akan lebih bebas untuk menerima (dan membantu) orang lain.
Cinta tanpa syarat, singkat kata adalah apa yang diperlukan anak-anak untuk berkembang.
Sekalipun
demikain, kita orang tua sering kali tergoda untuk memberi syarat pada
persetujuan kita. Kita terdorong untuk melakukan itu tidak hanya oleh
kjeyakinan yang telah tumbuh di dalam diri kita, tetapi juga oleh cara kita
dibesarkan dahulu. Anda bisa mengatakan kita telah terkondisi untuk bersayarat.
Akar dari perasaan ini telah merasuk jauh ke dalam ranah kesadaran kita.
Kenyataanya, penerimaan tak bersyarat
sepertinya jarang terdengar, sekalipun sebagai sebuah cita-cita:
pencarian di internet untuk varian
unconditional (tak bersyarat ) kebanyakan memunculkan diskusi tentang agama atau hewan peliharaan.
Rupanya bagi orang sulit untuk
membayangkan cinta di antara sesama manusia tanpa ikatan persyaratan apapun.
Bagi
seorang anak, sebagian dari ikatan itu ada hubunganya dengan bersikap baik dan
sebagian lain berkata dengan prestasi.
DUA CARA
MEMBESARKAN ANAK:
ASUMSI-ASUMSI
YANG MENDASARI
Pendeknya: kekuatan dari luar seperti
apa yang diterima seorang sebagai penghargaan (hukuman) sebelumnya menentukan
apa yang kita lakukan dan cara kita bertindak merupakan cerminan menyeluruh
dari siapa kita sebenarnya. Bahkan orang
yang tidak pernah membaca buku skinner sepertinya menerima asumsi-asumsi ini. aPabila orang tua dan guru membicarakan “perilaku” anak, mereka bersikap
seakan-akan tidak ada masalah lain kecuali hal-hal yang dipermukaan. Ini
bukanlah masalah tentang siapa anak itu, apa yang mereka pikirkan atau rasakan
dan butuhkan. Lupakan motiv dan nilai-nilai. Yang pokonya hanyalah bagaimana
mengubah perilaku mereka. Hal ini tentu saja, merupakan undangan untuk
bergantung pada teknik pendisplinan yang
bertujuan membuat anka-anak berbuat atau
berhenti berbuat dengan cara tertentu.
Sebuah
contoh yang lebih khusus tentang behaviorisme dalam keseharian: mungkin anda
pernah bertemu orang tua yang memaksa anaknya untuk meminta maaf setelah
melakukan sesuatu yang menyakitkan atau tercela. (bisakah kamu mengatakan kamu
minta maaf?) nah, apa yang sedang terjadi disini apakaha orangtua menganggap bahwa dengan
membuat anak-anak mengatakan kalimat ini akan secara ajaib membuat mereka
merasa menyesal, meskipun semua buktinya berlawanan? Atau, yang lebih buruk,
apakah mereka bahkan tidak peduli apakha anak itu benar-benar menyesal karena kejujuran tidak ada hubunganya dan
yang terpenting adalah mengutarakan kata-kata yang tepat? Permintaan maaf yang
terpaksa sering melatih anak-anak untuk
mengatakan hal-hal yang tidak mereka maksudkan dengan kata lain: berbohong.
Anak-anak
bukanlah hewan peliharaan yang dapat dilatih, bukan pula computer yang diprogram untuk merespons input yang
dapat dipdrekdisikan. Mereka bertindak seperti ini, bukan seperti itu karena
banyak alasan berbeda, sebagian diantaranya sulit untuk dipilah.
Interpretasi ini tidak hanya
mencerminkan sebuah asumsi tentang apa yang dipelajari anak-anak dalam situasi
tertentu, atau bahkan bagaimana mereka belajar. Hal ini juga mencerminkan
pandangan yangf sangta buruk tentang nak-anak dan jika diperluas tentang watak
manusia. Asumsinya adalah jika diberi sedikit kesempatan, anak-anak akan
memanfaatkan kita. Beri mereka satu hasta, mereka akan mengambil satu masa
depan. Mereka akan mengambil pelajaran terburuk dari keadaan yang taksa (bukan
“aku tetap dicintai,” melainkan “hore”! berbuat nakal itu tidak apa-apa)
penerimaan tanpa syarat hanya akan ditafsirkan sebagai persetujuan untuk
bertindak dalam cara-cara mementingkan diri sendiri, menuntut, rakus, atau
tanpa pertimbangan. Paling tidak kemudian pengasuhan bersyarat di dasarkan pada
keyakinan yang sangat sinis bahwa menerima anak-anak apa adanya hanya membuat
mereka lebih bebas untuk menjadi buruk, karena memang mereka seperti itulah
mereka.
Sebaliknya,
pendekatan pengasuhan anak tak bersyarat dimulai dengan mengingat bahwa dengan
tujuan abigail bukanlah untuk membuat saya sengsara. Dia tidak dengki. Dia
menyampaikan kepada saya bahwa ada yang tidak beres dengan satu-satunya cara
yang dia ketahui. Itu mungkin saja sesuatu yang baru terjadi atau mungkin
mengungkapkan sesuatu yang sudah terjadi beberapa waktu. Pendekatan ini
mendukung tumbuhkabn rasa percaya diri
anak, dan menentang asumsi bahwa mereka
akan mengambil pelajaran yang keliru dari kasih sayang, atau bahwa mereka
selalu ingin berlaku buruk jika mereka pikir mereka dapat lolos dari itu.
Ini
bukanlah sudut pandang yang romantis atau atau tak realistis, yang menyangkal
kenyataan bahwa anak-anak (dan orang dewasa) kadang-kadang melakukan hal-hal
buruk. Anak-anak perlu di bimbing dan dibantu benar tapi mereka bukan monster
kecil yang harus dijinakkan atau di tundukkan. Mereka mempunyai kemampuan untuk
mrmpunyai belas kasihan atau agresif, mendahulukan kepentingan umum atau egois,
bekerja sama atau bersaing.
Ketika
anak-anak kita tumbuh, akan banyak kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan
tempat sebagai tempat pemain ekonomi, sebagai konsumen dan pekerja, dimana
kepentingan pribadilah yang berkuasa dan dan persyaratan setiap pertukaran
dapat dihitung dengan teliti. Namun pengasuhan tak bersyarat menekankan bahwa
keluarga seharusnya menjadi tempat berlabuh, tempat berlindung, dari transaksi
semacam itu. Khususnya cinta dari orang tua tidak perlu dibayar dengan apapun.
Cinta dari orantua itu murni hadiah semata. Cinta dari orang tua adalah hak
yang patut didapat semua anak.
Jika hal ini bisa
anda terima, dan jika asumsi-asumsi lain yang mendasari pengasuhan tak
bersyarat juga tidak anda tolak-bahwa kita seharusnya melihat anak secara
keseluruhan bukan hanya perilakunya, bahwa kita tidak seharusnya mengasumsikan
yang terburuk mengenai kecenderungan anak, dan seterusnya maka kita perlu
mempertanyakan semua teknik disiplin umum yang didasarkan pada kebalikan dari
asumsi-asumsi ini.praktik yang lazim dalam pengasuhan bersyarat cenderung
menjadi cara melakukan sesuatu terhadap anak agar menghasilkan kepatuhan.
Sebaliknyasaran-saran yang ditawarkan pada paruh kedau buku ini, yang mengalir
secara alami dari ide pengasuhan tak bersyarat, merupakan ragam bentuk kerja
sama dengan anak agar membantu mereka tumbuh menjadi orang yang sopan dan
pembuat keputusan yang baik.
Jadi, kita dapat
menyimpulkan perbedaan antara kedua pendekatan ini sebagai berikut:
|
Tak bersyarat
|
bersyarat
|
fokus
|
Anak secara keseluruhan (termasuk
alasan, pemikiran, perasaan)
|
perilaku
|
Pandangan
tentang sifat manusia
|
Positif atau seimbang
|
negatif
|
Pandangan
tentang cinta orangtua
|
Sebuah hadiah
|
Hak istimewa yang perlu direbut
|
strategi
|
“bekerja dengan” (pemecahan masalah)
|
“berbuat untuk” (kontrol melalui
hukuman dan ganjaran)
|
DAMPAK DARI PENGASUHAN TAK BERSYARAT
Para pendidik mengingatkan kita bahwa
yang terpenting didalam kelas bukanlah hal yang di ajarkan oleh guru tapi apa
yang dipelajari oleh pelajar. Dan begitu juga dalam keluarga. Yang terpenting
adalah pesan yang ditangkap anak-anak kita, bukan yang kita kirim menurut kita.
Setiap
teknik ini mempunyai kekurangna sendiri-sendiri dan pilihan metodenya dapat
memengaruhi hasil penelitian. Ketika orangtua dan anak-anak ditanya secara
terpisah untuk menjelaskan apa yang terjadi, misalnya, mereka mungkin
memberikan cerita yang sangat berbeda . menariknya bilamana terdapat cara yang
lebih objektif untuk menemukan kebenaran, persepsi anak-anak terhadap perilaku
orangtua mereka terbukti sama akuratnya dengan laporan orangtua mereka terhadap
perilaku mereka sendiri.
Selama
bertahun-tahun para peneliti telah menemukan bahwa “semakin bersyarat dukungan
(yang diterima oleh seseorang), semakin rendah persepsinya tentang apa yang
berharga pada dirinya sebagai manusia” apabila anak-anak menerima kasih sayang
bersyarat, mereka cenderung menerima diri mereka sendiri dengan bersyarat pula.
Sebaliknya, mereka yang merasa diterima tanpa syarat oleh orangtua mereka atau
menurut penelitian lainya, bahkan oleh guru – cenderung merasa lebih senang
dengan diri sendiri, persisi sama seperti yang diramalkan Carl Rogers.
Dan
itu membawa kita pada tujuan akhir dari buku ini, pertanyaan utama yang saya
ajak anda untuk memikirkanya. Dalam angket yang digunakan untuk meneliti
pengasuhan bersyarat, seorang remaja atau dewasa muda biasanya diminta untuk
mengindikasikan “sangat setuju”, “setuju”, “netral”, “sangat tidak setuju”
untuk menanggapi kalimat seperti “ibu saya tetap mencintai saya bahkan selama
konflik kami yang terburuk” atau “ketika ayah saya tidak sependapat dengan
saya, saya tau bahwa dia tetap mencintai saya”.
No comments:
Post a Comment