Sunday, April 23, 2017

KONTROL BERLEBIHAN PADA ANAK-ANAK

KONTROL BERLEBIHAN PADA ANAK-ANAK




            Kita sering melihat orangtua ditanam bermain tiba-tiba mengatakan sudah waktunya sudah pulang, kadang –kadang sampai menyambar lengan anaknya. (jika dia berteriak, itui biasanya dianggap karena dia “sudah capek”) kita melihat orangtua tanpa sadar  meniru sersan tentara yang mengintimidasi pasukanya, berhadap-hadapan, mengacungkan jarinya  hanya beberapa inci dari wajah anaknya, menghardik. Dan berapa seringnya kita melihat orang tua rebut dengan anaknya direstoran – mengoreksi sikapnya, mencereca mereka berkenaan dengan sikap badan mereka, berkomentar tentang apa (dan seberapa banyak) mereka makan, dan biasanya membuat makan malam sebagai sesuatu yang sangat ingin dihindari anak-anak. (tidak mengerankan banyak anak-anak tidak merasa lapar selama acara makan malam keluarga, tetapi selera makanya bangkit beberapa saat kemudian).
            Saya adalah seorang yang suka mencerca sebelum saya sendiri memiliki anak. Sampai anda mendorong kereta bayi anda sendiri, anda belum bias benar-benar mengerti  bagaimana orang sekecil itu dapat menekan tombol yang menyerap habis kesabaran anda. (tentu saja, and ajuga belum mampu menghargai saat-saat sangat menyenangkan yang mereka hadirkan). Itulah yang selalu saya ingat ketika saya mengernyit memerhatikan perilaku orangtua lain. Dan saya mengingatkan diri sendiri bahewa saya tidak mengetahui sejarah tiap keluarga yang saya amati selama bebrapa menit- apa yang mungkin telah dialami orangtuanya pagi itu dan apa yang baru saja dilakukan anak itu beberapa saat sebelum saya ada saya ditempat kejadian.
            Akan tetapi, terlepas dari semua toleransi yasng ingin kita berikan, dan semua pengecualian yang mungkin kita berikan ada sebuah kebenaran umum: untuk setiap anak yang diizinkan berlarian kesana kemari di tempat umum,ada ratusan anak yang dibatasi dengan tidak seperlunya, diteriakin, diancam, atau dibohongi oleh orangtuanya. Bahkan, ada anak-anak yang protesnya sering diabaikan dan pertanyaanya didiamka; anak-anak yabng terlalu terbiasa mendengar “tidak” sebagai jawaban otomatis  ats permintaan mereka, dan “karena aku bilang begitu” jika mereka meminta alasanya.
            Namun pertanyaan yang lebih menarik mungkin adalah bagaimana orangtau pertama kali memutuskan apa saja “perilaku yang tak pantas” itu. Sebagian orangtua menerapkan konsep itu pada apa akan anda dan saya anggap sebagai tindakan yang tidak berbahaya- dan kemudioan mengambil tindakan keras pada anak –anak mereka. Ini mungkin contoh dari apa yang dinamakan gaya pengasuhan anak yang “otoriter”. Orangtua yang seperti itu lebihj sering menuntut dari pada menerima dan menyemangati. Mereka jarang memberi  penjelasan atas peraturan yang mereka terapkan. Mereka mengharapkan kepatuhan mutlak, dan menggunakan hukuman sesukanya untu mendapatkan itu. Mereka juga meyakini bahwa lebih penting bagi anak untuk menuruti yang berkuasa dari pada berpikir sendiri atau mengungkapkan pendapat. Mereka bersikeras  bahwa anak perlu diawasi secara cermat, dan apabila melanggar peraturan yang menegaskan prasangka buruk mereka tentang watak anak-anak itu sebenarnya orangtua otoriter crenderung menganggap anak memilih untuk melanggarnya dengan sengaja, terlepas dari usianya, dan sekarang harus  diminta bertanggung jawab.






ANAK YANG MANA YANG MELAKUKAN APA YANG DIPERINTAHKAN

            Marilah kita mengesampingkan untuk sementara tujuan ambisius kita untuk anak-anak dan hanya berfokus pada apa yang menyebabkan mereka menuruti keinginan kita. Jika yang kita inginkan hanyalah membuat mereka melakukan sesuatu, atau berhenti melakukan sesuatu, saat ini juga, sementara kita berdiri mengawasi, maka kita harus mengakui bahwa kadang-kadang penggunaan berhasil memaksa perilaku tersebut-contohnya dengan mengancam, menghukum dan menuntut dengan suara keras. Tapi hanya kadang. Sebaliknya, anak yang melakukan apa yang diperintahkan  biasanya memiliki orangtua yang tidak mengandalkan kekuasaan, tetapi telah membangun hubungan yang hangat dan kuat dengan anak-anak mereka. Mereka memiliki orangtua yang memperlakukan mereka dengan hormat, meminimalkan pengontrolan, dan menganggap perlu memberi alasan dan penjelasan untuk apa yang mereka minta.
            Para peneliti dalam sebuah kajian klasik pertama-tama membedakan antara jenis orangtua yang peka, menerima, dan kooperatif, dan jenis lain yang menganggap “dia berhak penuh untuk memperlakukan  anak sesuai dengan keinginanya, memaksakan kehendak pada anaknya, membentuk anak-anaknya sesuai dengan standarnya dan menyelanya dengan sewenang-wenang tanpa memerhatikan kebutuhan, keinginan atau kegiatan yang sedang dilakukan anaknya. “ternyata anak-anak dari ibu dalam kategori pertamalah  yang tidak terlalu mengontrol  yang cenderung melakukan apa yang diperintahkan.
            Dalam penelitian yang kedua, anak-anak berusia 2 tahun yang cenderung menuruti permintan yang spesifik ternyata adalah anak-anak yang orangtuanya “sangat jelas tentang apa yabng mereka inginkan, tetapi disamping mendengarkan keberatan anak, mereka juga memenuhi pemintaan anak-anak dengan cara yang menghormati  kemandirian dan kepribadian mereka”.
            Penelitian ketiga sedikit menaikkan taruhanya dengan berfokus pada anak-anak prasekolah yang diketahui sangat tidak patuh. Sebagian dari ibu mereka diminta bermain dengan mereka seperti yang biasa mereka lakukan, sementara yang lain dilatih untuk “terlibat dalam kegiatan yang mungkin dipilih  anak dan memperbolehkan anak untuk mengontrol keadaan dan peraturan intreaksi tersebut”. Para ibu itu diminta menahan diri untuk memerintah, mengkritik atau memuji.
Anak-anak yang menurut adalah yang ibunya biasanya bersikap mendukung dan hangat, dan yang cenderung menghindari pengontrolan dengan paksa.   

EKSTRIM YANG BERLAWANAN

            Ada sebuah paradoks dalam fakta bahwa orangtua yang paling ingin mengontrol anak-anak apda akhirnya justru memiliki control yang paling sedikit atas mereka. Tetapi, bukan Cuma itu saja yang jauh lebih penting adalah kenyataan bahwa pendekatan berdasarkan kekuasaan ini bukan hanya tidak hanya efektif melainkan juga sangat merusak, meskipun kelihatanya berhasil. Seperti yang pernah dikatakan kepada saya oleh mendiang Thomas Gordon, pencipta parent effectiveness, “lingkungan dengan kekuasaan runggal membuat orang menjadi sakit.”
            Apabila kita membuat anak-anak merasa tak berdaya, memaksa merekauntuk menuruti keinginan, maka hal ini sering kali menghasilkan kemarahan yang hebat, dan hanya karena kemarahan itu tidak dapat diungkapkan saat itu, tidak berarti kemarahan itu lenyap. Apa yang terjadi bergantung pada kepribadian anak dan kondisi khasnya. Kadang-kadang hasilnya berupa lebih banyak perselisihan dengan orangtua. Seperti komentar penulis nancy samalin, “meskipun kita ‘menang’, kita sebenarnya kalah. Ketika kita  membuat anak–anak patuh denga cara memaksa, mengancam atau menghukum, kita membuat mereka merasa tak berdaya. Mereka tidak tahan  merasa tak berdaya, sehingga mereka memancing  pertentangan lain untuk membuktikan bahwa mereka masih memiliki suatu kakuatan.” Dan darimana mereka belajar menggunakan kekuatan itu? Dari kita.  Pengasuhan otoriter tidak hanya membuat mereka marah tapi juga menganjarkan kepada mereka bagaimana mengarahkan kemarahan itu kepada orang lain.
            Anak-anak seperti itu mungkin tumbuh dengan kebutuhan yang terus menerus  untuk mengejek figure otoriter. Kadang-kadang mereka membawa semua kebencian itu disekolah atau taman bermain. (penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang mengontrol, nahkan anak-anak yang berusia 3 tahun, sangat cenderung  mengganggu dan agresif tyerhadap teman-temanya, hasilnya adalah teman-temanya  tidak mau berhubungan dengan mereka. Jelasnya pengasingan paksa tidak menjadi pertanda bagus bagi perkembangan mereka).


MAKAN BERLEBIHAN, KURANG GEMBIRA DAN AKIBAT LAIN
DARI PENGONTROLAN

Menanamkan dorongan untuk “menjadi baik”, atau bekerja atau melakukan apapun yang perlu untuk menyenangkan ibu atau ayah bukanlah berita bagus jika hasilnya tidak terasa seperti keputusan yang sesungguhnya. Dan, menurut penelitian itu memang tidak seperti keputusan yang sesungguhnya. Para mahasiswa yang berpikir bahwa orangtua mereka mencinta mereka secara bersyarat lebih cenderung dibandingkan dengan teman sebayanya untuk mengatakan bahwa cara mereka bertindak sering kali dikarenakan “tekanan kuat dari dalam” dari pada “pilihan sendiri”. Mereka juga mengindikasikan bahwa kebahagiaan mereka setelah berhasil melakukan sesuatu biasanya hany asebentar, pendapat mereka atas diri mereka sendiri sangat bergejolak, dan mereka sering kali, dan mereka sering kali merasa bersalah  atau malu.
            Deci dan Ryan percaya bahwa anak-anak dilahirkan tidak hanya denga kebutuhan dasar tertentu, diantaranya kebutuhan untuk berpendapat atas kehidupan mereka sendiri, tapi juga dengan kemampuan untuk membuat keputusan dengan cara yang memenuhi kebutuhan mereka. Mereka dilengkapi dengan “giroskop alami  untuk mengatur diri sendiri”. Apabila kita mengontrol anak-anak secara berlebihan. Misalnya dengan member mereka penghargaan dan pujian karena melakukan apa yang kita inginkan. Mereka jadi bergantung pada sumber control dari luar. Giroskopnya mulai bergoyang dan mereka kehilangan kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri.





makanan
konsumsi makanan memberi contoh harfiah atas hal ini. Benar sekali bahwa anak-anak tidak selalu memilih makanan yang paling sehat untuk dimakan. (itulah sebabnya kita perlu mengajari merka apa yang baik dan tidak baik pada tubuh mereka dan menyediakan pilihan  yang terbatas bagi mereka sehingga pilihan apapun dapat diterima).

Moral
Penemuan tentang makanan ini saja sudah menarik, bahkan megejutkan, tetapi ini hanya satu gambaran atas bahaya yang lebih luas. Pengaturan dari luar dapat memengaruhi perkembangan pengaturan dari dalam tidak hanya yang berkaitan dengan makan, tapi juga dengan etika. Gaya pengasuhan yang keras tidak mendorong dan sebenarnya mungkin  merongrong, perkembangan moral anak-anak. Mereka yang ditekan untuk melakukan sesuai dengan yang diminta kemungkinan tidak  memikirkan baik dilemma etika bagi mereka sendiri.

minat
akibat lain dari pengontrolan yang berlebihan: apabila anak-anak merasa terpaksa melakukan sesuatu atau terlalu diatur dalam menemukan cara melakukan sesuatu mereka cenderung menjadi kurang tertarik dengan apa yang mereka lakukan dan kurang berminat dengan sesuatu yang menantang.

keterampilan
penelitian pertama yang mengkaji penurunan minat anak-anak ini dilakukan pada pertengahan 1980-an oleh Wendy Grolnick, mantan siswa deci dan ryan dan rekan-rekan mereka. Penelitian kedua antara lain dilakukan oleh deci sendiri. Hamper dua dekade kemudian, golnick menemukan bahwa orangtua yang mengontrol bukan hanya membuat anak-anak kurang beminat dengan apa yang mereka lakukan: mereka juga menyebabkan anak-anak menjadi kurang cakap dalam apa yang mereka kerjakan.







            

No comments:

Post a Comment

TAMBAHAN DAN KONFIRMASI ULANG MENGENAI NUBUATAN YANG KAMI SAMPAIKAN MENGENAI BASUKI TJAHAJA PURNAMA

TAMBAHAN DAN KONFIRMASI ULANG MENGENAI NUBUATAN YANG KAMI SAMPAIKAN MENGENAI BASUKI TJAHAJA PURNAMA Seperti telah diketahui dan dibaca s...