KONTROL BERLEBIHAN PADA ANAK-ANAK
Kita
sering melihat orangtua ditanam bermain tiba-tiba mengatakan sudah waktunya
sudah pulang, kadang –kadang sampai menyambar lengan anaknya. (jika dia
berteriak, itui biasanya dianggap karena dia “sudah capek”) kita melihat
orangtua tanpa sadar meniru sersan
tentara yang mengintimidasi pasukanya, berhadap-hadapan, mengacungkan jarinya hanya beberapa inci dari wajah anaknya,
menghardik. Dan berapa seringnya kita melihat orang tua rebut dengan anaknya
direstoran – mengoreksi sikapnya, mencereca mereka berkenaan dengan sikap badan
mereka, berkomentar tentang apa (dan seberapa banyak) mereka makan, dan
biasanya membuat makan malam sebagai sesuatu yang sangat ingin dihindari
anak-anak. (tidak mengerankan banyak anak-anak tidak merasa lapar selama acara
makan malam keluarga, tetapi selera makanya bangkit beberapa saat kemudian).
Saya
adalah seorang yang suka mencerca sebelum saya sendiri memiliki anak. Sampai
anda mendorong kereta bayi anda sendiri, anda belum bias benar-benar
mengerti bagaimana orang sekecil itu
dapat menekan tombol yang menyerap habis kesabaran anda. (tentu saja, and ajuga
belum mampu menghargai saat-saat sangat menyenangkan yang mereka hadirkan).
Itulah yang selalu saya ingat ketika saya mengernyit memerhatikan perilaku
orangtua lain. Dan saya mengingatkan diri sendiri bahewa saya tidak mengetahui
sejarah tiap keluarga yang saya amati selama bebrapa menit- apa yang mungkin
telah dialami orangtuanya pagi itu dan apa yang baru saja dilakukan anak itu
beberapa saat sebelum saya ada saya ditempat kejadian.
Akan
tetapi, terlepas dari semua toleransi yasng ingin kita berikan, dan semua
pengecualian yang mungkin kita berikan ada sebuah kebenaran umum: untuk setiap
anak yang diizinkan berlarian kesana kemari di tempat umum,ada ratusan anak
yang dibatasi dengan tidak seperlunya, diteriakin, diancam, atau dibohongi oleh
orangtuanya. Bahkan, ada anak-anak yang protesnya sering diabaikan dan pertanyaanya
didiamka; anak-anak yabng terlalu terbiasa mendengar “tidak” sebagai jawaban
otomatis ats permintaan mereka, dan
“karena aku bilang begitu” jika mereka meminta alasanya.
Namun
pertanyaan yang lebih menarik mungkin adalah bagaimana orangtau pertama kali
memutuskan apa saja “perilaku yang tak pantas” itu. Sebagian orangtua
menerapkan konsep itu pada apa akan anda dan saya anggap sebagai tindakan yang
tidak berbahaya- dan kemudioan mengambil tindakan keras pada anak –anak mereka.
Ini mungkin contoh dari apa yang dinamakan gaya pengasuhan anak yang
“otoriter”. Orangtua yang seperti itu lebihj sering menuntut dari pada menerima
dan menyemangati. Mereka jarang memberi
penjelasan atas peraturan yang mereka terapkan. Mereka mengharapkan
kepatuhan mutlak, dan menggunakan hukuman sesukanya untu mendapatkan itu.
Mereka juga meyakini bahwa lebih penting bagi anak untuk menuruti yang berkuasa
dari pada berpikir sendiri atau mengungkapkan pendapat. Mereka bersikeras bahwa anak perlu diawasi secara cermat, dan
apabila melanggar peraturan yang menegaskan prasangka buruk mereka tentang
watak anak-anak itu sebenarnya orangtua otoriter crenderung menganggap anak
memilih untuk melanggarnya dengan sengaja, terlepas dari usianya, dan sekarang
harus diminta bertanggung jawab.
ANAK YANG MANA YANG MELAKUKAN APA YANG DIPERINTAHKAN
Marilah kita mengesampingkan untuk sementara tujuan
ambisius kita untuk anak-anak dan hanya berfokus pada apa yang menyebabkan
mereka menuruti keinginan kita. Jika yang kita inginkan hanyalah membuat mereka
melakukan sesuatu, atau berhenti melakukan sesuatu, saat ini juga, sementara
kita berdiri mengawasi, maka kita harus mengakui bahwa kadang-kadang penggunaan
berhasil memaksa perilaku tersebut-contohnya dengan mengancam, menghukum dan
menuntut dengan suara keras. Tapi hanya kadang. Sebaliknya, anak yang melakukan
apa yang diperintahkan biasanya memiliki
orangtua yang tidak mengandalkan kekuasaan, tetapi telah membangun hubungan
yang hangat dan kuat dengan anak-anak mereka. Mereka memiliki orangtua yang
memperlakukan mereka dengan hormat, meminimalkan pengontrolan, dan menganggap
perlu memberi alasan dan penjelasan untuk apa yang mereka minta.
Para
peneliti dalam sebuah kajian klasik pertama-tama membedakan antara jenis
orangtua yang peka, menerima, dan kooperatif, dan jenis lain yang menganggap
“dia berhak penuh untuk memperlakukan
anak sesuai dengan keinginanya, memaksakan kehendak pada anaknya,
membentuk anak-anaknya sesuai dengan standarnya dan menyelanya dengan
sewenang-wenang tanpa memerhatikan kebutuhan, keinginan atau kegiatan yang
sedang dilakukan anaknya. “ternyata anak-anak dari ibu dalam kategori
pertamalah yang tidak terlalu mengontrol yang cenderung melakukan apa yang
diperintahkan.
Dalam
penelitian yang kedua, anak-anak berusia 2 tahun yang cenderung menuruti
permintan yang spesifik ternyata adalah anak-anak yang orangtuanya “sangat
jelas tentang apa yabng mereka inginkan, tetapi disamping mendengarkan
keberatan anak, mereka juga memenuhi pemintaan anak-anak dengan cara yang
menghormati kemandirian dan kepribadian
mereka”.
Penelitian
ketiga sedikit menaikkan taruhanya dengan berfokus pada anak-anak prasekolah
yang diketahui sangat tidak patuh. Sebagian dari ibu mereka diminta bermain
dengan mereka seperti yang biasa mereka lakukan, sementara yang lain dilatih
untuk “terlibat dalam kegiatan yang mungkin dipilih anak dan memperbolehkan anak untuk mengontrol
keadaan dan peraturan intreaksi tersebut”. Para ibu itu diminta menahan diri
untuk memerintah, mengkritik atau memuji.
Anak-anak
yang menurut adalah yang ibunya biasanya bersikap mendukung dan hangat, dan
yang cenderung menghindari pengontrolan dengan paksa.
EKSTRIM YANG BERLAWANAN
Ada
sebuah paradoks dalam fakta bahwa orangtua yang paling ingin mengontrol
anak-anak apda akhirnya justru memiliki control yang paling sedikit atas
mereka. Tetapi, bukan Cuma itu saja yang jauh lebih penting adalah kenyataan
bahwa pendekatan berdasarkan kekuasaan ini bukan hanya tidak hanya efektif
melainkan juga sangat merusak, meskipun kelihatanya berhasil. Seperti yang
pernah dikatakan kepada saya oleh mendiang Thomas Gordon, pencipta parent
effectiveness, “lingkungan dengan kekuasaan runggal membuat orang menjadi
sakit.”
Apabila
kita membuat anak-anak merasa tak berdaya, memaksa merekauntuk menuruti
keinginan, maka hal ini sering kali menghasilkan kemarahan yang hebat, dan
hanya karena kemarahan itu tidak dapat diungkapkan saat itu, tidak berarti
kemarahan itu lenyap. Apa yang terjadi bergantung pada kepribadian anak dan
kondisi khasnya. Kadang-kadang hasilnya berupa lebih banyak perselisihan dengan
orangtua. Seperti komentar penulis nancy samalin, “meskipun kita ‘menang’, kita
sebenarnya kalah. Ketika kita membuat
anak–anak patuh denga cara memaksa, mengancam atau menghukum, kita membuat
mereka merasa tak berdaya. Mereka tidak tahan
merasa tak berdaya, sehingga mereka memancing pertentangan lain untuk membuktikan bahwa
mereka masih memiliki suatu kakuatan.” Dan darimana mereka belajar menggunakan
kekuatan itu? Dari kita. Pengasuhan
otoriter tidak hanya membuat mereka marah tapi juga menganjarkan kepada mereka
bagaimana mengarahkan kemarahan itu kepada orang lain.
Anak-anak
seperti itu mungkin tumbuh dengan kebutuhan yang terus menerus untuk mengejek figure otoriter. Kadang-kadang
mereka membawa semua kebencian itu disekolah atau taman bermain. (penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orangtua yang mengontrol,
nahkan anak-anak yang berusia 3 tahun, sangat cenderung mengganggu dan agresif tyerhadap
teman-temanya, hasilnya adalah teman-temanya
tidak mau berhubungan dengan mereka. Jelasnya pengasingan paksa tidak
menjadi pertanda bagus bagi perkembangan mereka).
MAKAN BERLEBIHAN, KURANG GEMBIRA DAN AKIBAT LAIN
DARI PENGONTROLAN
Menanamkan dorongan
untuk “menjadi baik”, atau bekerja atau melakukan apapun yang perlu untuk
menyenangkan ibu atau ayah bukanlah berita bagus jika hasilnya tidak terasa
seperti keputusan yang sesungguhnya. Dan, menurut penelitian itu memang tidak
seperti keputusan yang sesungguhnya. Para mahasiswa yang berpikir bahwa
orangtua mereka mencinta mereka secara bersyarat lebih cenderung dibandingkan
dengan teman sebayanya untuk mengatakan bahwa cara mereka bertindak sering kali
dikarenakan “tekanan kuat dari dalam” dari pada “pilihan sendiri”. Mereka juga
mengindikasikan bahwa kebahagiaan mereka setelah berhasil melakukan sesuatu
biasanya hany asebentar, pendapat mereka atas diri mereka sendiri sangat
bergejolak, dan mereka sering kali, dan mereka sering kali merasa bersalah atau malu.
Deci dan Ryan percaya bahwa
anak-anak dilahirkan tidak hanya denga kebutuhan dasar tertentu, diantaranya
kebutuhan untuk berpendapat atas kehidupan mereka sendiri, tapi juga dengan kemampuan
untuk membuat keputusan dengan cara yang memenuhi kebutuhan mereka. Mereka
dilengkapi dengan “giroskop alami untuk
mengatur diri sendiri”. Apabila kita mengontrol anak-anak secara berlebihan.
Misalnya dengan member mereka penghargaan dan pujian karena melakukan apa yang
kita inginkan. Mereka jadi bergantung pada sumber control dari luar.
Giroskopnya mulai bergoyang dan mereka kehilangan kemampuan untuk mengatur
dirinya sendiri.
makanan
konsumsi makanan memberi contoh harfiah
atas hal ini. Benar sekali bahwa anak-anak tidak selalu memilih makanan yang
paling sehat untuk dimakan. (itulah sebabnya kita perlu mengajari merka apa
yang baik dan tidak baik pada tubuh mereka dan menyediakan pilihan yang terbatas bagi mereka sehingga pilihan
apapun dapat diterima).
Moral
Penemuan tentang makanan ini saja sudah
menarik, bahkan megejutkan, tetapi ini hanya satu gambaran atas bahaya yang
lebih luas. Pengaturan dari luar dapat memengaruhi perkembangan pengaturan dari
dalam tidak hanya yang berkaitan dengan makan, tapi juga dengan etika. Gaya
pengasuhan yang keras tidak mendorong dan sebenarnya mungkin merongrong, perkembangan moral anak-anak.
Mereka yang ditekan untuk melakukan sesuai dengan yang diminta kemungkinan
tidak memikirkan baik dilemma etika bagi
mereka sendiri.
minat
akibat lain dari pengontrolan yang
berlebihan: apabila anak-anak merasa terpaksa melakukan sesuatu atau terlalu
diatur dalam menemukan cara melakukan sesuatu mereka cenderung menjadi kurang
tertarik dengan apa yang mereka lakukan dan kurang berminat dengan sesuatu yang
menantang.
keterampilan
penelitian pertama yang mengkaji
penurunan minat anak-anak ini dilakukan pada pertengahan 1980-an oleh Wendy
Grolnick, mantan siswa deci dan ryan dan rekan-rekan mereka. Penelitian kedua
antara lain dilakukan oleh deci sendiri. Hamper dua dekade kemudian, golnick menemukan
bahwa orangtua yang mengontrol bukan hanya membuat anak-anak kurang beminat
dengan apa yang mereka lakukan: mereka juga menyebabkan anak-anak menjadi
kurang cakap dalam apa yang mereka kerjakan.
No comments:
Post a Comment